Gelumut - Riwayat Singkat |
Menurut hikayatnya, orang pertama (nenek moyang) yang merupakan cikal bakal perintis dibukanya Gelumut adalah Datuk Juban alias Datuk Tunggal yang berjuluk Sang Penguasa Laut. Konon beliau berasal dari negeri seberang, kemungkinan besar berasal dari negeri Johor yang terletak di daerah Semenanjung Malaya (sekarang negara Malaysia). Peristiwa tersebut terjadi sekitar abad ke-18 atau di akhir tahun 1700.
Ketika berangkat menuju ke Belitung (pada mulanya beliau belum tahu akan pergi kemana) Datuk Tunggal membawa sepasang senjata pusaka kesayangan dan kebanggaannya, yakni sebilah pedang berukuran sekitar 1 meter dan sebilah keris.Saat pertama kali tiba di Belitung, beliau mendarat di kuala (muara) Sungai Buding. Kemudian karena merasa cocok dengan tempat tersebut dan sekitarnya, maka beliau putuskan langsung untuk membuka lahan guna dijadikan tempat tinggal.
Dengan pedang kesayangannya beliau mengawali membabat hutan belantara di situ. Maka dari itu pedang tersebut merupakan simbol kekuatan dan kejayaan. Pedang pusaka tersebut dikeramatkan dan harus dirawat, serta dipelihara dengan baik.
Wilayah Gelumut terletak di sekitar bagian utara Kelapa Kampit, Belitung Timur.
- Daerah paling barat adalah Sungai Kerasak (daerah muara Sungai Buding) yang berbatasan dengan Buding.
- Daerah paling timur adalah Batu Bubok (daerah Saongan) yang berbatasan dengan Penirukan.
- Daerah paling selatan adalah Air Sagu yang berbatasan dengan Kelapa Kampit (daerah Senyubuk).
- Dan daerah paling utara adalah Karang Anyar yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.
Pusat wilayah Gelumut sejatinya berada di Suak Gelumut, tempat ini dipilih bukan tanpa alasan, tetapi setelah melalui beberapa pertimbangan. Salah satu di antaranya adalah aspek letak yang strategis karena wilayah Suak Gelumut berada di tengah-tengah dan diapit oleh 2 sungai, yaitu Sungai Buding dan Sungai Beri.
Mata pencaharian pokok penduduknya secara garis besar adalah melaut dan bercocok tanam. Pekerjaan melaut adalah seperti memancing, bersiro, menjaring (mukat), menjala, bekarang, dan lain-lain. Sementara pekerjaan bercocok tanam adalah seperti berkebun dan berladang (berume) dengan komoditas seperti kelapa, padi ume (padi darat), jelai, jawak (jawawut), menggale (singkong), tila (ubi jalar), buter (keladi), kembilik (gembili), ganyong, mentimun, serai, lengkuas, dan lain-lain.
Seiring waktu berjalan, populasi penduduk Gelumut mengalami penurunan akibat arus urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota), terutama pasca gerakan G-30-S/PKI pada tahun 1965. Kala itu tersedia banyak lowongan pekerjaaan di PT. Timah untuk Wilayah Produksi (Wilasi) Kelapa Kampit karena sejumlah pekerja di perusahaan tersebut diberhentikan sebab terlibat dalam gerakan terlarang tersebut. Selain itu ada juga alasan lainnya, yaitu mereka ingin mencari kehidupan yang lebih layak dan menyekolahkan anak-anak mereka di kota. Pada umumnya penduduk Gelumut melakukan urbanisasi ke daerah Kelapa Kampit dan Buding.
Kini hampir tiada lagi yang dapat disaksikan dari Gelumut ini, kecuali cerita dan kenangan. Namun tentang keberadaannya di masa lalu masih tetap diakui dan dipercaya oleh masyarakat di sana, khususnya bagi mereka yang kini telah berusia senja.
Peninggalan yang masih tersisa dan merupakan barang bukti atau saksi bisu untuk itu adalah berupa sebilah pedang dan sebilah keris (yang tidak berhulu lagi). Kedua pusaka tersebut diyakini memiliki kekuatan gaib (magis) dan masih disimpan serta dipelihara dengan baik oleh salah satu keturunannya yang merupakan orang ke-6 (ke-enam), yaitu Rezibin bin Adam.
Saat ini Gelumut boleh dikatakan hanya tinggal nama. Gelumut yang kharismatik. Seluruh penduduknya boleh pergi meninggalkan tanahnya, tetapi pemimpinnya masih tetap harus ada walaupun tidak berdomisili di sana (baca: Gelumut) lagi, sampai waktunya berakhir. Yaitu sampai pada kepemimpinannya yang ke-7 (ketujuh), Sang Pemimpin Terakhir.
Tulisan terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar